KARBOHIDRAT
Dari komposisi kimiawinya
diketahui bahwa karbohidrat penyusun utama beras ketan adalah pati. Pati
merupakan karbohidrat polimer glukosa yang mempunyai 2 struktur yakni amilosa
dan amilopektin. Molekul amilosa merupakan rantai lurus
yang masing-masing unit glukosanya dihubungkan oleh ikatan 1,4 alpha
glukosidik. Molekul yang panjang dengan rantai lurus ini membentuk Struktur
Heliks (Meyer , 1973). Rantai lurus amilosa terdiri atas 100-700 unit alpha
D-glukosa dengan ikatan 1,4 alpha glukosidik (Tauber, 1949).
Amilopektin merupakan polimer
glukosa yang memiliki banyak percabangan. Amilopektin disusun oleh 20-30 unit
glukosa dengan ikatan 1,4 alpha glukosidik pada rantai lurus dan pada
percabangan dihubungkan oleh ikatan 1,6 alpha glukosidik (Reed, 1975).
Berdasarkan berat molekulnya diketahui bahwa amilopektin terdiri atas 1000 atau
lebih unit glukosa ( Meyer, 1973 ). Amilopektin dengan
struktur bercabang ini cenderung bersifat lengket.
Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna
(transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau
pera). Beras Ketan hampir seluruhnya didominasi oleh amilopektin sehingga
bersifat sangat lekat, sedangkan beras pera memiliki kandungan amilosa lebih
dari 20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan
keras.
Struktur kimia amilopektin yang bercabang, menyebabkan struktur gel yang
terbentuk lebih kompak dan lebih kuat dari pada amilosa Sifat inilah yang
menyebabkan mengapa beras ketan lebih lengket dari pada beras biasa (beras
non-ketan), sehingga pada pembuatan rengginang teksturnya lebih kompak.
Kandungan amilosa yang rendah pada beras ketan cenderung menghasilkan tekstur
produk akhir yang renyah, rapuh, dan mudah hancur.
Menurut Winarno
(1984) beras ketan tidak memiliki amilosa karena hanya mengandung 1-2% sehingga
termasuk golongan beras dengan kandungan amilosa sangat rendah (< 9%).
Berdasarkan pada berat kering, beras ketan putih mengandung senyawa pati
sebanyak 90%, yang terdiri dari amilosa 1-2% dan amilopektin 88-89% .
Dengan demikian amilopektin merupakan penyusun terbanyak dalam beras
ketan (Juliano , 1972).
Jenis beras yang
berbeda mempunyai perbandingan atau rasio kandungan
amilosa-amilopektin yang berbeda pula. Rasio ini merupakan penentu utama
bagi tekstur nasi ataupun hasil olahan berbasis beras lainnya. Berdasarkan
kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi beras dengan amilosa rendah
yaitu antara 9-20%, amilosa menengah yaitu 20-25%, dan amilosa tinggi yaitu
lebih dari 25%. Pada beras ketan hanya mengandung 0-2%
amilosa.
Menurut reed (1975) butiran pati pada umumnya mengandung 15-30% amilosa dan
70-85% amilopektin. Khusus varietas Waxy atau Glutinous, hampir seluruhnya
disusun oleh amilopektin (amilosanya sangat rendah). Pada jenis beras yang
mengandung amilosa rendah ini, bila beras dimasak menyebabkan keadaan yang
lekat dan lunak. Sebaliknya pada beras yang mengandung amilosa tinggi,
menyebabkan keadaan yang keras karena adanya penyerapan air yang banyak,
sehingga membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar. Semakin tinggi kandungan
amilosa kemampuan pati untuk menyerap air lebih besar karena amilosa mempunyai
kemampuan lebih besar dari pada amilopektin dalam membentuk ikatan hidrogen
(Juliano, 1972 dalam Haryadi, 1992). Pati yang banyak mengandung amilopektin
(amilosa rendah), bila dimasak tidak mampu membentuk gel yang kukuh dan pasta
yang dihasilkan lebih lunak (disebut ”long texture”). Sifat long texture
tersebut menyebabkan kecenderungan sifat yang merenggang dan patah, sehingga
menghasilkan tingkat pengembangan yang lebih besar.
Pengukusan bertujuan agar terjadi proses gelatinisasi pada molekul pati.
Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinnisasi, suhu gelatinisasi
tergantung pada konsentrasi serta jenis pati (Winarno, 1984). Beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap gelatinisasi adalah: jenis pati, ukuran granula pati
dan hubungan suhu dengan lama pemanasan (Meyer, 1973).
Beras ketan
dengan suhu gelatinisasi rendah akan memberi sifat yang lebih lekat dan lebih
lama mengeras dibandingkan dengan yang suhu gelatinisasi tinggi. Menurut
Haryadi (1990), perbedaan tingkat gelatinisasi dan sifat retrogradasi yang
dicapai setelah pengukusan adonan dan pendinginan berpengaruh pada pengembangan
kerupuk pada penggorengan. Menurut Sudarso (1989),
terdapat hubungan yang erat antara pengembangan dan kerenyahan suatu bahan
kering yang digoreng. Semakin besar pengembangan, semakin lemah ikatan antar
partikel bahan, sehingga semakin mudah patah jika dikenai gaya. Dilaporkan
bahwa kadar air rengginan sebelum digoreng menentukan sifat renyah rengginang
goreng. Kadar air yang paling cocok untuk pengembangan berkisar antara 8-9% (Yu
et.al, 1981). Kerenyahan suatu produk dipengaruhi oleh Aw (aktivitas air),
makin kecil Aw maka produk akan semakin renyah (Katz dan Labuza, 1981).
Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik akibat dari
perbedaan gen yang mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan
komposisi pati pada endosperm. Beras "biasa" yang berwarna putih agak transparan karena
hanya memiliki sedikit aleuron, dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20%.
Beras ini mendominasi pasar beras.Warna beras yang berbeda-beda diatur secara
genetik, akibat perbedaan gen yang mengatur warna aleuron, warna
endospermia, dan komposisi pati pada endospermia.
Beras Ketan, berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir seluruh patinya merupakan amilopektin.
Beras Ketan, berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir seluruh patinya merupakan amilopektin.
0 komentar:
Posting Komentar